Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat Menyurat di Kelas

Selamat Hari Pos Telekomunikasi Telegraf (PTT)!
Oh iya, Hari Pos Telekomunikasi Telegraf (PTT) itu jatuh pada tanggal 27 September kemarin, dan yang aku tau dari Telkomsel!

Ngomongin soal POS, aku punya #CeritaPOS nih, walau tepatnya cuma surat menyurat sih, tapi kan POS itu ada hubungannya sama surat menyurat, jadi gak apa-apa, kan? Hehehe. Aku mau ceritanya dalam cerpen ya, boleh kan? Langsung aja, silahkan dinikmati :




TENG TENG TENG
Bel yang berbunyi tiga kali, tanda jam pelajaran akan dimulai, semuanya siswa lari ke kelas masing-masing, tidak terkecuali aku dan temanku, tapi temanku terlihat tidak semangat masuk kelas hari ini,
“Eh, jam pertama Matematika,” kata temanku dengan wajah lesu.
“Terus?”
“Alah… kayak gak tau aja, bapak Joko, guru Matematika kita itu bikin ngantuk!”
“Ah, masa?”
“Beneran! Kau gak ngerasa?”
“Gak tuh, biasa aja,” perkataanku disambut ekpresi aneh dari temanku.
“Huft… orang pinter macam kau emang aneh!”
“Aneh, aneh kenapa?”
“Ah, lupakan!” selesai mengatakan itu temanku meninggalkanku dan berlari ke kelas.
“Hei!” teriakku.
Dia menoleh kepadaku tetapi tetap berlari, “Ada apa lagi? Kalau mau cepat, ayo lari juga!”
“Itu…” kataku sambil menunjuk kea rah pintu
“Itu apa?” tanyanya sambil terus berlari dan kembali menghadap ke depan, saat dia berbalik ke depan tiba-tiba
BRUK!
“Ehem, ehem!” terdengar deheman dari pak Joko sesaat setelah tabrakan beliau dengan temanku.
“Waduh, bisa mati nih temenku,” gumamku dalam hati.
“Hehehe, maaf ya, Pak,” kata temanku setelah menabrak beliau.
“Cepat masuk!” kata beliau menyuruh temanku, permintaan maafnya tidak dihiraukan beliau, temanku pun masuk ke kelas, “Hei, kau, cepat masuk juga, lambat sekali!” kata beliau menunjukku.
“I… i… iya, Pak!” kataku sambil berlari menuju kelas.
Saat di dalam kelas, pak Joko tidak membahas masalah tadi, beliau langsung menjelaskan materi, “Alhamdulillah, selamat,” gumamku dalam hati.
Setengah jam sudah berlalu, beberapa murid terlihat sudah mulai mengantuk, hanya beberapa siswi yang terlihat antusias mendengarkan penjelasan beliau, para siswa bahkan ada yang sudah tepar dengan air liur yang menetes, pak Joko yang terlalu sibuk dengan hitungan-hitungan beliau sama sekali tak memperhatikan siswanya, saat aku memperhatikan siswa lain, tiba-tiba ada secarik kertas di mejaku, saat aku mencari sumber datangnya, ternyata itu dari temanku yang tadi menabrak pak Joko, isinya :
Bro, gak ngantuk?
Selesai kubaca, kembali aku menoleh ke arah temanku, kebetulan kami duduk sebangku, “Ngantuk sih sebenarnya,” bisikku. Sesaat setelah berbisik, pak Joko langsung menoleh ke arahku, padahal bisikanku tadi sudah sangat minim suara. Saat aku terkejut dengan tatapan pak Joko, temanku langsung mengambil kertas yang tadi berisi tulisannya sendiri, dia menulis sesuatu (lagi) dan menyerahkannya padaku,
Jangan dijawab pakai mulut, lewat kertas aja.
Aku mengangguk dan kutulis balasan di surat itu,
Ok ok
Setelah dibacanya, dia menulis balasan lagi,
Berapa menit lagi beliau keluar?
Kuambil dan kubalas lagi,
Masih lama
Setelah itu, kami berdua akhirnya saling surat menyurat di secarik kertas walau kami duduk sebangku, kami takut suara kami terdengar (lagi) oleh pak Joko jadi kami memilih saling mengirim pesan lewat kertas, lama sekali kami saling kirim pesan lewat kertas, pak Joko masih terlalu sibuk di depan dan sama sekali tak memperhatikan kami, siswa lain makin banyak yang tepar. Banyak sekali yan kami bicarakan lewat surat, mulai dari yang gaje sampai yang (makin) gaje, tapi paling banyak adalah menggosip tentang pak Joko, bahkan sampai-sampai temanku menggambar wajah pak Joko yang sangat… lucu, aku yang tak bisa menahan diri akhirnya tertawa, seisi kelas terkejut, siswa yang tadinya tertidur pulas terbangun, bahkan pak Joko langsung menghentikan menulis dan berjalan ke arahku.
“Apa yang lucu?” tanya pak Joko padaku.
“Tidak ada, Pak,” jawabku sambil menggeleng, aku sangat gugup waktu itu, kulihat temanku juga tidak kalah gugup denganku.
Malangnya nasib kami hari itu, saat temanku mencoba menyembunyikan kertas yang kami gunakan untuk surat menyurat dan menggambar pak Joko berhasil dilihat pak Joko, beliau langsung menyambar kertas tersebut dan bertanya padaku, “Apa ini?” tanya beliau sambil memperlihatkan kertas tersebut padaku, aku hanya bisa membisu.
“I… i… itu,” temanku berusaha menjawab walau sangat gugup.
“Apa?” tanya pak Joko dengan suara beliau yang sangat tegas, suara tegas yang semakin mengerikan ketika dalam posisi seperti ini, temanku berusaha membuka mulut tapi tak keluar sepatah katapun dari mulutnya, “Dan ini apa?” tanya beliau (lagi) sambil menunjuk gambar beliau yang membuatku tadi tertawa dan kali ini membuat satu kelas tertawa, tapi satu sorotan mata pak Joko membuat suasana kembali hening
“Mati aku!” gumamku dalam hati sambil menepuk jidat.
“Kalian berdua ini, tadi pagi membuat masalah, ini membuat masalah lagi! Jawab soal yang ada di papan tulis,” kata beliau sambil memberikan dua spidol pada kami, kami mengangguk dan mengambil spidol kemudian pergi ke depan.
“Untung cuma jawab soal,” bisik temanku.
“Tetap saja ini bikin malu!” jawabku sambil tetap berbisik.
“Paling tidak kita tidak ngantuk lagi, hahaha,”
“Hei, apa itu bisik-bisik! Cepat kerjakan!” teriak pak Joko pada kami.

Ya, itu salah satu #CeritaPOS-ku, surat menyurat dalam kelas, hehehe. Walau sebenarnya aku tidak hanya sekali melakukannya, aku dan teman-temanku sering melakukannya, hukuman demi hukuman sudah sering kami dapatkan di kelas gara-gara saling kirim surat, tapi kami tidak pernah kapok, daripada kami tertidur di kelas, mending berkirim surat, hahaha. Yah... walaupun aku tau ini tidak bagus dan kami juga sudah tobat ya :). Tapi, paling tidak ini bisa dijadikan salah satu #CeritaPOS yang bakal dikenang sampai tua, dan belum tentu anak-anak sekolah di masa yang akan datang bakal mengalami seperti yang kami alami xD
Nih, salah satu kertasnya

Sebenarnya, selain surat menyurat di kelas, aku juga punya #CeritaPOS soal berbagai paketku yang dikirim lewat pos, kayak kurir yang friendly saking seringnya nganterin paket ke rumah jadi akrab, hahaha. Tapi kayaknya kali ini #CeritaPOS yang ini dulu ya aku bagi, mungkin lain kali bisa aku share yang lain.

Oh, iya, kalau boleh jujur, aku hidup dj jaman ketika sudah jarang ada surat menyurat lewat POS, jadi aku belum pernah mengirim surat lewat POS, walau aku punya sudah beli buku tempat perangko, tapi akhirnya cuma ada beberapa perangko karena tidak pernah berkirim surat :(
Cuma itu perangko yang kupunya :(


Jadi, ini #CeritaPOS-ku, mana #CeritaPOS-mu?

Oh iya, tulisan ini kuikutsertaan dalam lomba #CeritaPOS yang diadakan Telkomsel, yang mau ikut silahkan klik link ini atau lihat posternya di bawah ini :


Dan ini bukti aku udah like Fanspage Telkomsel dan follow Twitternya
Muhammad Rifqi Saifudin

@Rifqi_MULovers


Muhammad Rifqi Saifudin
Muhammad Rifqi Saifudin Abdi masyarakat yang senang menangkap momen dalam bentuk cerita. Bisa dihubungi di: - rifqimu@gmail.com - @m_rifqi_s (Instagram) - @mrifqi_s (Twitter)

6 komentar untuk "Surat Menyurat di Kelas"

  1. lha,,, ternyata kelakuan kita mirip ya... bedanya kalo aku di kelas suraatnya di tulis di buku paket,,,,hahaha

    BalasHapus
  2. surat menyurat di kelas adalah kebiasaan wajar yg dilakukan oleh para murid :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selama pen dan kertas masih digunakan, budaya ini kayaknya bakal terus lestari :D

      Hapus
  3. Prangko udah kegusur, kegusur sama jaman digital :D

    BalasHapus