Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sim Tembak

Sim Tembak

Hari itu, topik yang lagi dibicarain masalah SIM, soalnya ada salah satu teman kelasku, Mumun, tidak lolos ujian membuat SIM.

“Kamu beneran gak lolos, Mun?” tanya Dodol setelah mendengar pernyataan Mumun. Mumun mengangguk, Dodol tanya lagi, “Kenapa gak nembak aja?”

“Mana kutau,” jawab Mumun.

“Emang gak ada disuruh milih gitu, mau jawab sendiri atau minta bantuan?” tanya Dodol, Mumun menggeleng. Setelah itu Dodol menjelaskan pas dia bikin SIM dulu, saat berada di ruang tunggu, dia dan keempat temannya ditawarin petugas, mau jawab sendiri atau minta bantuan, kompak semuanya mau minta bantuan, akhirnya mereka tidak ke ruangan tes, hanya disuruh menunggu, soal-soal dijawab sama petugas. Upahnya tiga ratus ribu. Di tempat kami, ini disebut ‘menembak’. Lamak, yang juga sudah membuat SIM ternyata punya pengalaman yang sama dengan Dodol. Ada juga pengalaman temannya Lamak, setelah tiga kali ujian bikin SIM, selalu gagal, akhirnya dia nyerah dan ‘nembak’ juga.

“Buat SIM aja nembak, gimana mau mengurangi angka kecelakaan,” kataku.

“Bener,” timpal Wawan, “ngejawab teori aja gak bisa, berani-beraninya berkendara.”

“Alah, teori itu gak penting,” kata Citak.

“Yang penting bisa bawa sepeda motor ampe tujuan, selesai dah. Tinggal digas aja kok,” timpal Lamak.

“Tanpa teori, gimana mau prakteknya benar?” tanya Wawan.

“Ah, ini cuma bikin SIM kok, santai aja kali,” ucap Dodol enteng. Aku geleng-geleng kepala mendengar perkataannya.

“Ah, gimana Indonesia gak macet, bikin SIM aja gampang, terus ‘nembak’ lagi,” kataku. Wawan mengangguk.

“Iya, sudah populasi sepeda motor membludak di jalan raya. Pengendaranya buta lagi soal teori-teori dasar berkendara, akhirnya jadi ugal-ugalan dan bikin macet,” kata Abang menambahkan.

Aku menatap Wawan, “Jangan-jangan ujian bikin SIM memang dibikin selalu salah, biar mereka dapat duit terus,” kataku berspekulasi.

Wawan mengangkat bahunya, “Bisa jadi,” katanya.

“Tapi kita tidak boleh berburuk sangka, mungkin saja memang mereka yang kurang belajar kan,” kata Abang, “itu artinya mereka belum siap punya SIM dan berkendara, harus banyak belajar dulu.”

Aku mengangguk.
Muhammad Rifqi Saifudin
Muhammad Rifqi Saifudin Abdi masyarakat yang senang menangkap momen dalam bentuk cerita. Bisa dihubungi di: - rifqimu@gmail.com - @m_rifqi_s (Instagram) - @mrifqi_s (Twitter)

Posting Komentar untuk "Sim Tembak"