Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemulung dan Tegas

Minggu kedua kemarin pemilos, aku penasaran banget minggu ketiga bakal bahas apa. Dan akhirnya pulang sekolah langsung aku cek email, dan ternyata email dari dia sudah ada :

Dan ini isi emailnya :


10 Oktober 2013
Hm… udah masuk email yang ketiga nih, terima kasih ya udah mau mendengarkan. Oh iya, aku gak sengaja liat blogmu, ternyata kamu share ceritaku di blogmu ya? Terima kasih ya, jadi aku bisa ikut berbagi dengan yang lain. Oh iya, ingat ya, tetap rahasiakan identitasku :).
Kemarin kan cerita masalah pemilos, kali ini aku mau cerita soal yang berhubungan dengan sekolah juga, tapi hubungannya dengan sampah, aku ceritain lewat cerpen lagi ya
---
“Ya udah, ambil hikmahnya aja, Nak, mungkin guru mau buat siswanya lebih peduli lingkungan,” kata ibuku ketika kuceritakan tentang kewajiban setiap siswa membawa botol plastic setiap minggu.
“Tapi, Bu, buat apa coba? Aku gak yakin siswa bakal peduli lingkungan dengan hal semacam ini. Yang ada, mereka pasti punya akal yang bikin mereka gak perlu ngumpulin sampah dan akhirnya, lingkungan ya tetap gitu-gitu aja dan gak bakal ada kesadaran terhadap lingkungan.”
“Terus, kamu mau ngapain?”
“Er… I don’t know, Mom,” selesai mengatakan itu, aku langsung mengambil kantong kresek, mengambil sepeda dan pergi berkeliling kampung, “sesekali nyoba jadi pemulung.”
***
“Widih… banyak banget punyamu, dapat dimana?” kata temanku saat melihat aku membawa kantong kresek besar penuh botol plastic.
“Ya mulung lah, hahaha,” jawabku.
“Widih… serius?” Tanya temanku. Aku mengangguk dengan bangga, “Aku… boleh minta gak? Aku gak dapat sama sekali nih, gimana?”
“Hm… gimana ya? Setornya harus 10 kan?” temanku mengangguk, “Nah… bagaimana kalau untuk 10 botol plastic kau bayar seribu?”
“Ok, nih,” katanya sambil memberikan uang seribu rupiah padaku.
“Sip, thank’s!” aku ambil uang tersebut dan kukasih 10 botol plastic dari kantong kresekku, “Nih, botolnya.”
Beberapa saat kemudian tiba-tiba banyak temanku yang datang menghampiriku sambil membawa uang seribuan, “Eh, katanya kamu jual botol plastic ya?”
“Ya, kenapa?”
“Seribu buat 10 botol, kan?” aku mengangguk, “Nih, aku beli 10 botol, aku males ngumpulin.”
Satu per satu siswa membeli botol plastikku, dan akhirnya kantong kresek besarku digantikan lembaran uang seribuan, “Lumayan nih kalau minggu depan kayak gini lagi,” pikirku.
“Eh, Bro, minggu depan bisa pesan lagi, gak?” aku mengacungkan jempolku padanya.
“Alhamdulillah, rejeki tambahan nih!” pikirku.
Akhirnya selama beberapa minggu aku bisa nambah uang jajan dengan profesi baruku, PEMULUNG.
“Nah, betul kan kata ibu, pasti ada hikmahnya,” kata ibu suatu hari saat aku sedang menghitung lembaran duit seribuan, aku hanya tersenyum.
---
Itu tadi cerpennya, hehehe, kritik dan sarannya silahkan ditulis nanti ya :).
Memang sih, sudah setahun lebih aku menjalankan ‘bisnis’ ini, dan Alhamdulillah bisa menambah uang jajanku.
Mau tau darimana aku dapat botol plastic? Enggak? Tetap bakal aku kasih tau biar pun kamu gak mau, hahaha.
Aku dapat botolnya dari berbagai tempat, kadang aku mulung di jalan sekitaran kampungku, kadang juga botol-botol di warung yang sudah masuk tempat sampah aku ambil, bahkan botol yang masih berserakan di sekolah juga aku ambil. Nah… yang seru itu ketika ada acara, pasti bakal berebut sama pemulung lain buat ngambil botol. Tapi serunya, aku jadi lebih akrab sama pemulung, bahkan kadang aku beli dari pemulung kenalanku, dan aku jual lagi ke teman-temanku. Walaupun teman-temanku di sekolah tau harga botol plastikku berbeda jauh dengan yang dijual pemulung, mungkin karena mereka males pergi ke pemulung dan membawa kantong kresek besar, jadi mereka membeli di tempatku. Bisa juga karena botol plastikku selalu kucuci dulu sebelum kubawa, sehingga kelihatan bersih. Yah, walaupun memang untuk dikumpul lagi, tapi kan kalau kotor bisa aja ada yang gak mau megang, karena jijik mungkin.
Aku tau, hal ini bukan hal yang diinginkan sekolah, karena yang sekolah inginkan adalah para siswa jadi lebih peduli lingkungan, bukan malah membeli sampah. Tapi, di lain sisi ini adalah salah satu caraku mencari uang, jadi mau bagaimana lagi?
Seharusnya sekolah bisa memikirkan alternatif lain agar siswa lebih peduli lingkungan, seperti sanksi tegas bagi yang ketahuan membuang sampah sembarang, atau diperketatnya penilaian dalam lomba kebersihan antar kelas, di sekolahku setiap minggu ada lomba kebersihan antar kelas, jadi setiap upacara pasti diumumkan yang menjadi kelas terbersih dan terkotor, kalau terbersih dapat uang dan terkotor mendapat sanksi. Tapi sayangnya, walaupun ada lomba kebersihan kelas tiap minggu, tetap saja banyak siswa yang tidak peduli lingkungan.
Jadi, sebaiknya, pemberian sanksi tegas pada siswa yang ketahuan buang sampah sembarangan kayaknya bisa jadi solusi. Mungkin pada saat jam istirahat, guru-guru bisa melakukan patrol ke wilayah dekat kantin dan mengawasi siswanya jajan, jika ada yang ketahuan membuang sampah sembarangan, walau hanya bungkus permen, berikan saja sanksi. Tidak usah teguran, langsung tegas saja, mungkin membersihkan WC atau bayar denda yang cukup tinggi, ini tentu bisa membuat siswa jera dan yang lain jadi takut membuang sampah sembarangan. Kita bisa ambil contoh dari Singapura, di sana denda membuang sampah sembarangan cukup tinggi dan pengawasan ketat, dan hasilnya lumayan memuaskan, negaranya menjadi sangat bersih dan warganya membuang sampah pada tempatnya. Nah… sepertinya, sekolahku harus menerapkan hal itu juga.
Yang penting itu adalah TEGAS!
*********

 

Ok, silahkan diberikan kritik dan saran, kali aja si "dia" membacanya :)

Oh iya, dan mari sama-sama kita tunggu email berikutnya minggu depan :D (mudah-mudahan ada)
Muhammad Rifqi Saifudin
Muhammad Rifqi Saifudin Abdi masyarakat yang senang menangkap momen dalam bentuk cerita. Bisa dihubungi di: - rifqimu@gmail.com - @m_rifqi_s (Instagram) - @mrifqi_s (Twitter)

2 komentar untuk "Pemulung dan Tegas"

  1. memang sulit, aku dulu pernah memilah sampah di sekolah tapi banyak ortu yang marah karena katanya kok guru ngajarin siswa jadi pemulung. ya akhirnya programku tak dilanjutkan tapi dengan beberapa anak aku buat kerajinan tangan dari sampah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah... di sekolah ibu juga ada ya memilah sampah? Jadi sampah di sekolah dipilah-pilah gitu, Bu? Atau bagaimana?

      Terus, anak-anak yang buat kerajinan dari sampah, gimana hasilnya, Bu?

      Hapus