Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Perundungan Pertamaku

Cerita Korban Bully
Membaca cerita mengenai perundungan di sekolah mengingatkanku pada cerita yang terjadi ketika di Sekolah Dasar (SD). Tak banyak kisah di masa lalu yang kuingat, atau tepatnya tidak ingin diingat, entah yang mana. Filosof Hegel mengatakan tiap kenangan membentuk diri kita sekarang, apapun yang kita lakukan, terutama pada saat kalut atau tertekan, biasanya "terinspirasi" dari kenangan masa lalu yang ditekan. Salah satu cara untuk berdamai adalah dengan membuka lagi kenangan itu. Sekarang, aku akan melakukannya.

Aku bukan seorang yang pilih-pilih dalam berteman, tapi ketika SD kebanyakan anak-anak yang kuajak berinteraksi adalah wanita. Kala itu kulihat para lelaki tidak seperti yang kubayangkan. Masa-masa SD adalah saat aku pemalu dan merasa takut berkumpul dengan orang baru. Bahkan pernah ketika sedang berbelanja tas, petugas mall menawarkan tas Barbie kepadaku. Dia kira aku perempuan.

Aku tinggal di kampung tapi seperti bukan orang kampung. Hanya ada dua teman yang kumiliki di kampung, ini terlepas dari saat aku bermain bersama-sama di masjid. Dua teman ini adalah teman yang pernah kuajak bermain selain ketika berada di masjid. Satu adalah teman sejak TK yang bukan orang asli di kampung itu, seperti aku. Satu lagi adalah orang asli kampung. Temanku yang orang asli ini jarang sekali kuajak berkumpul, karena... dia seperti orang asli yang lain.

Kebanyakan kegiatanku di rumah. Sepertinya aku adalah satu dari beberapa orang yang sudah kenal dengan komputer sejak kecil. Hanya aku dan temanku sejak TK tadi sepertinya yang paham nikmatnya bermain gim di komputer kala usiaku SD. Ya, kami bukan orang kaya tapi orangtua kami berkecukupan dan berpendidikan lebih dibanding warga kampung lain.

Kembali ke sekolah. Kebiasaanku bermain komputer dan belajar mengotak-atik software bersama ayah membuat softskill berinteraksi dengan sesama kurang mumpuni saat SD, itulah yang membuatku jarang bergaul. Para wanita kupilih karena aku merasa nyambung mengobrol. Saat bersama lelaki, kebanyakan obrolannya hal-hal kasar dan bercanda yang diluar batas. Saat SD aku masih sangat pemalu dan cepat tersinggung.

Satu hari, kalau tidak salah kelas 5 SD. Aku sudah tidak selugu ketika awal masuk SD, tapi jelas masih anak-anak. Sepertinya puber pun belum aku kala itu. Aku ingat pernah tiga kali adu pukul, dua kali aku melawan, sekali aku pasrah. Pasrah ini sepertinya pengalaman pertamaku.

Tiga atau empat orang, aku lupa tepatnya. Aku di kelas hanya belajar, mengobrol dengan mereka pun jarang, tapi tiba-tiba tiap istirahat mereka memukuliku. Bukan pukulan yang membuat babak belur. Hanya dorongan atau jotosan kecil. Tapi sakitnya di hati. Aku menahan tangis tiap kali mereka melakukannya.

Bukan hanya tangis, aku pun membisu beberapa hari. Mereka tidak berhenti. Aku pun tidak bisa memulai perlawanan. Aku diam. Aku bingung. Aku sakit. Aku lupa dimana yang lain, entah mereka melakukannya saat kosong atau memang tidak ada yang peduli. Aku lupa bagian itu.

Setelah beberapa hari ditahan, aku tidak sengaja meluapkannya. Kala itu aku masih diantar jemput sekolah. Hari itu ibu yang menjemput. Saat jalan pulang, aku masih ingat betul ketika aku tiba-tiba saja menangis. Ibu berhenti tepat di depan gerbang SMA yang kelak jadi sekolahku.

Kenapa. Tanya ibu. Aku menggeleng. Ibuku mendesak. Aku lupa aku cerita kala itu atau saat di rumah. Pastinya adalah aku bercerita sambil tersedu. Ibu memeluk. Lega.

Besoknya, ibu datang. Mereka dipanggil. Ibu bercerita. Guru bertanya kenapa aku diam. Ibu yang menjawab. Mereka minta maaf. Mereka bilang khilaf. Sejak saat itu, aku bebas.

Aku tidak menyimpan dendam dengan mereka. Sampai SMA pun kami berteman. Bahkan ketika SMP, salah satu dari komplotan itu teman dekatku. Ya, kami sama-sama lupa. Tepatnya, dia memang lupa dan aku menguburnya.

Tidak ada yang bisa dibenarkan dari perundungan. Korban jelas dirugikan pun pelaku sebenarnya juga korban. Perlakuan sekitar, guru, orangtua, tentu adalah yang terpenting. Bukan hanya mengedukasi korban dan pelaku, mengasihani keduanya adalah hal yang harus dilakukan.
Muhammad Rifqi Saifudin
Muhammad Rifqi Saifudin Abdi masyarakat yang senang menangkap momen dalam bentuk cerita. Bisa dihubungi di: - rifqimu@gmail.com - @m_rifqi_s (Instagram) - @mrifqi_s (Twitter)

28 komentar untuk "Kisah Perundungan Pertamaku"

  1. Liar biasa jiwa besar untuk mengubur kenangan kelam. Bersyukur bisa melewatinya

    BalasHapus
  2. Perundungan/bully memang tidak boleh dilakukan. Jika masih usia sekolah perlu adanya pengawasan baik dari guru maupun orang tua supaya anak tidak menjadi pelaku ataupun korban dari perundungan.

    Betul banget, lebih baik memaafkan. Karena dengan memaafkan hidup jadi lebih tenang dan juga lebih bahagia. .

    BalasHapus
  3. Ah akhirnya karena tulisanku bisa menginspirasi dirimu untuk membuka diri menulisnya. Saya tau kok, soalnya saya juga mersakannya, saat mulai menulis bagai membuka luka lama yang sudah mengering.

    Semoga saja beban itu terangkat yah rifqi...

    BalasHapus
  4. Semangat dek,
    Aku Alhamdulillah gak pernah merasakan perundungan oleh orang sekitar ku, hanya sebatas dulu main ledekan nama bapak,
    Pun ketika dimasukkan pondok smp-sma aku juga nggak ngalamii..

    Tapi melihat orang yg bully dan di bully selalu membuat hati kesal san sedih,
    Dan semoga para korban bully selalu berani bersuara sehingga tidak menimbulkan trauma

    BalasHapus
  5. Mungkin tiap orang mengalami perundungan yang kemudian terlupakan pada masa dewasa. Terlupakan dan termaafkan. Saya pernah juga mengalami perundungan waktu SMP, pada awal-awal kelas 1 sih, tapi setelah kelas 2 dan 3 semua sudah berbeda.. setelah sama-sama tahu kemampuan dan sifat teman-teman

    BalasHapus
  6. Aku faham sekali rasanya. Bedanya yg melakukannya kakak kelas. Di saat istirahat kelas, kl udah mau masuk jam istirahat aku gemetar ketakutan. Dipalak minta duit, di keroyok ah macam macam. sampe aku takut pergi ke sekolah.. tp aku pendam. Suatu ketika salah seorang yg menggangguku aku dorong masuk paret, aku justru di hukum oleh guru. Aku kalau pulang sekolah berusaha cari jalan lain supaya tidak jumpa mereka yg sengaja mencegat di jalan. Ah sedihlah pokoknyaa

    BalasHapus
  7. Saya perempuan, tapi waktu SD saya pernah jadi korban perundungan 3 teman laki-laki. Waktu itu pulang sekolah seperti biasa saya bersepeda. Tiba-tiba dari belakang saya dikepung sambil diledek-ledekin sama 3 teman sekelas saya yang laki-laki. Itu karena di kelas saya gak pernah takut buat laporin mereka kalo mereka berbuat kesalahan, jahil, atau usil. Tapi yah namanya juga cerita masa kecil. Sekarang malah satu dari mereka jadi sahabat dekat saya. Hahahaha

    BalasHapus
  8. Saya sbg perempuan, juga lebih nyaman temenan sama yang perempuan. Soalnya kalo sama anak laki-laki suka digosipin. Padahal temanan sama laki-laki juga enak karena mereka lucu ngelawak. Pernah saya saking asyiknya ketawa dikatain pacaran. Seharian nunduk nangis dong. Haha. Ealah anak SD jaman dulu.

    BalasHapus
  9. Banyak sekali contoh perundungan yang ada di luar sana ya, termasuk laki-laki. Bersyukur mas bisa keluar dari rasa trauma dan sekarang menjadi diri sendiri tanpa luka yang membuat stress atau apa. Semangat yaa

    BalasHapus
  10. Penting sekali untuk membekali anak-anak agar tidak dirundung maupun perundung. Karena efeknya bukan hanya saaat itu tapi sampai ke masa depan. KArena akupun pernah menjadi korban perundungan. Sampai sekarang moment itu masih ku ingat.

    BalasHapus
  11. Hmm syukurlah sudah berlalu ya. Kalau aku ingat-ingat, aku dibully sejak SD sampai SMK. Lebih ke secara verbal soal fisik, dan jujur aja itu memengaruhi rasa percaya diriku hingga saat ini. Walaupun kondisinya sekarang enggak separah dulu sih.

    BalasHapus
  12. Ak selalu sedih deh kalau ada teman, sahabat, kenalan, yg cerita kalau dia pernah jadi korban perundungan.. kesel juga sama pelakunya, kok ya nggak punha hati sampai bully orang lain.. kadang gemash juga sama korban, ada yang nggak bisa melawan, tapi kondisi nya memang demikian jadi malah tambah sedih lagi kalau inget ceritanya..

    BalasHapus
  13. aduuuh aku tuh kenapa anaknya mudah mengingat sesuatu hal dan soal bullying ini juga aku rasakan banget sewaktu TK kak malahan

    BalasHapus
  14. Aku bisa dibilang anak perempuan yang gak bisa "dibully".

    Jadi teringat saat aku kecil aku selalu melawan ketika ada yang berusaha menjadikan aku sebagai korban perundungan. Memang anak kita harus diajarkan untuk melawan, bukan untuk memukul. Tapi setidaknya bisa membela diri ketika terjadi hal-hal seperti ini.
    Sebenarnya bully gak akan berhasil kalo si korban "ternyata gak lemah".
    Dan pelaku akan kapok ketika mencoba membully kembali.

    BalasHapus
  15. Semangat kak, saya dulu smpek mogok ngaji di madrasah selama 2 tahun karna temen2 selalu ngeledekin saya.

    BalasHapus
  16. Saya jadi teringat masa SD dulu di mana saya sering dirundung, saya sabar saja, gak melawan. Tahu diri badan kecil dan badan mereka besar. Tapi ketika telah dewasa, mereka jadi segan ke saya, dan mungkin karena memang sudah takdir Allah, kehidupan mereka saat dewasa bisa dibilang cukup sulit. Saya tidak menganggap itu karma, tapi mungkin memang karakter anak yang dibangun ketika kecil mempengaruhi kehidupannya ketika sudah besar.

    Pun diam saat dirundung waktu itu, saya menyimpan tekad bahwa saya harus bisa sukses ketika telah dewasa.

    BalasHapus
  17. U are so strong Ka, bisa menghadapi itu. Memang sampai sekarang bully alias perundungan kerap terjadi, kalau dilihat ini pasti ada yang salah dari pendidikan rumah mreka sebagai pelaku. Sehingga bisa melakukan hal demikian.

    BalasHapus
  18. Memang perudungan masih banyak bahkan hingga saat ini, pelakunya biasanya orang-orang yang memiliki kekurangan sebenarnya seperti kurang perhatian, kurang kegiatan dan kurang-kurang lainnya... saya sedikit beruntung lahir dengan muka agak sedikit galak jadi sebelum kenal mikir2 untuk membuly saya.. padahal kalau dipalak atau ditodong mah ngasih juga ga ngelawan.... hihihihih,,,, muka rambo hati rinto hehehe

    BalasHapus
  19. Tidak banyak yang bisa bangkit dari perundungan. karena itu marilah hati2 dengan perundungan ini

    BalasHapus
  20. Hwaaa saya jadi ingat anak saya yang tas sekolahnya pernah dimasukin mie gelas apa apasih tuh jajanan anak2 di sekolahan. Habis deh saku tasnya penuh dengan mie basah giru. Atas laporan saya ke guru wali kelasnya, siswa SD tersebut dipanggil ortunya. Oalahh,, ternyata emang anak yg kurang perhatian di rumahnya. Semoga ini jadi pelajaran deh buat kita semua yaa... Makasih tulisannya Mas Rifqi

    BalasHapus
  21. Perundungan tidak hanya di sekolah saja ya di perkuliahan juga masih ada seperti itu, biasanya yang melakukan adalah yang ngegank .. Beruntung kaka bangkit dan semoga tidak menjadi trauma ya kak, pura2 galak dan serem aja kak biar pada takut.

    BalasHapus
  22. Wah keren Mas!

    Kalau aku yang jadi korban perundungan, belum tentu aku saat ini bisa bernafas lega. Bisa-bisa udah jadi narapidana nih.. IYKWIM ya Mas :)

    BalasHapus
  23. Benar.. meskipun usia SD masihh mudaaaa bangett.. tp justru kenangan pada waktu itu lebih sulit dilupakan daripada ketika kita SMP, SMA, apalagi ketika dewasa spt sekarang. Dan kenangan memang membawa pegaruh bagi diri kita hari ini..

    BalasHapus
  24. Kenangan yang buruk seringkali susah dihilangkan, saya sendiri pun yang sudah kuliah terkadang masih memgingat momen tidak menyenangkan waktu SD dulu. Tapi ya yang lalu biarlah berlalu.

    BalasHapus
  25. Kenangan perundungan/bully memang sulit dilupakan, terus berani mengungkapkan ya
    biar ga semakin parah perundungan yang terjadi

    BalasHapus
  26. Anak pertamaku juga mengalami bully saat baru masuk SMP. Waktu itu kami baru pindah dari jakarta. Setiap hari dia laporan, dan aku sarankan untuk melawan. Nggak apa, ntar Bunda tanggungjawab kalo terjadi sesuatu. Besoknya kejadian lagi, sepertinya anak itu memang suka cari ribut. Sampai suatu ketika aku ngeliat dengan mata sendiri, jadi esmosi deh. Aku samperin tuh anak, kuomelin besoknya aku laporan pihak sekolah. Alhamdulillah, akhirnya berhenti juga. Legaa...

    BalasHapus
  27. Ini yang aku khawatirkan . Dari dulu sebenarnya budaya ejek-ejek sudah ada di kalangan anak-anak. Dan itu bahaya banget krena kejadiannya jadi turun temurun gitu. Aku pribadi snagat ngeri dengan berita-berita tentang bully yang pelakunya anak kecil gini. hiks

    BalasHapus
  28. perundungan yang aku inget terparah terjadi waktu smp. Kalau sd walaupun aku sekolah di sekolah yang etnisku itu minoritas malah ga ada bullyan, paling ya nakal-nakal biasa. Justru SMP itu sampai sekarang masih membekas

    BalasHapus